WIRAnews.com, NUNUKAN “ Aktifitas ekspor ikan dari Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Sebatik kabupaten Nunukan Kalimantan Utara masih belum mampu menyumbangkan devisa hasil ekspor. ˜™Sejauh ini, baru dua eksportir di pulau Sebatik yang legal. Mereka memiliki PEB dan mengikuti skema international trade™™ ujar Kepala Kantor SKPT Sebatik Iswadi Rahman, Jumat (12/3/2021). Dengan skema perdagangan internasional pelaku eksportir akan merasa aman. Karena akan mengantongi semua dokumen, mulai dari dokumen awal yang diterbitkan Kantor Karantina, Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) oleh Bea Cukai, Surat Keterangan Asal (SKA), Surat Layak Operasi (SLO), sampai Surat Keterangan Pendaratan Ikan (SKPI). Pemerintah Daerah juga akan mendapat suntikan Dana Insentif Daerah (DID), sebagai imbal balik. Dengan demikian, Pemda setempat bisa berperan dalam memberikan cadangan keuangan Negara dengan memperbanyak eksportir, yang tentunya berimbas pada perputaran ekonomi daerah. ˜™Sayangnya, yang melegalisasi diri baru dua kapal, catatan SKPT, meski hanya dua kapal, devisa ekspor yang tercatat sebesar Rp.2,1 miliar sebulan. Bayangkan berapa besar pajak yang masuk ke Negara jika semua legal™™ kata Iswadi. Sejak 2019, di SKPT Sebatik sudah ada 12 instansi perikanan yang siap menerbitkan legalitas ekspor komoditi laut. Dan ada 44 unit kapal ikan yang melakukan ekspor ke Tawau “ Malaysia. Iswadi berharap Pemerintah Daerah mendukung pelaksanaan skema perdagangan internasional . SKPT Sebatik mencatatkan puluhan ton komoditi perikanan dengan jenis demersal, kepiting, bandeng dan kerang, dikirim ke Tawau Malaysia setiap hari. Data distribusi ikan tahun 2019, tercatat dengan nilai ekspor sebesar Rp. 463.117.789.000, dan tahun 2020 tercatat sebesar Rp. 253.536.731.000. ˜™Sangat disayangkan, jumlah tersebut dihasilkan dari skema perdagangan lintas batas, sehingga tidak terpotret dengan baik, dan bukan menjadi devisa ekspor™™ katanya lagi. Jika semua ekspor dilakukan dengan regulasi perdagangan internasional, daerah akan menerima 75 persen dari nilai devisa ekspor yang masuk kas Negara. ˜™Dan karena perdagangan masih bersifat konvensional tanpa PEB, semua belum terpotret, akhirnya tidak terdaftar di Bank Indonesia (BI). Pemda juga tidak mendapat DID. Padahal potensi PAD sangat besar, ini kita sayangkan,™™katanya. (Viq).