WIRAnews.com, NUNUKAN “ Seluas delapan hektar lahan mangrove yang terletak di RT. 08 Desa Binusan, rusak akibat aksi pembabatan yang diduga dilakukan oleh oknum pengusaha di Kabupaten Nunukan dan digantikan dengan tanaman kelapa pandan. Haris Arlek, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat Pancasila Jiwaku, (LSM Panjiku) menyatakan keprihatinannya sebab tanaman yang dapat mencegah abrasi itu kini telah berubah fungsi. “Kegiatan pembabatan mangrove itu terjadi mulai 2019, saat ini saya temukan luasannya lebih kurang delapan hektar sudah menjadi lahan kelapa pandan,” ujarnya, Rabu (2/2/2022). Meski aksi pembabatan telah berlangsung sejak lama, belum ada tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah maupun instansi yang berwenang. Oleh karenanya indikasi pembiaran oleh stake holder di Nunukan tentu harus disorot tajam, terlebih kasus penebangan mangrove berimplikasi pada hukum pidana, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.”Larangan pembabatan pohon atau mangrove di pinggir laut juga tertuang dalam pasal 50 Undang-Undang Kehutanan, masalah pidananya ada pada pasal 78 dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp. 5 Miliar,” sebutnya. Selain itu, hal ini merupakan tamparan keras bagi orang nomor satu di negara ini yang ingin menjadikan Kaltara sebagai wilayah mangrove terbesar di dunia. “Kontras sekali dengan pencanangan yang dilakukan oleh Presiden RI Joko Widodo melalui program menanam 600.000 batang mangrove di Kaltara, kata Haris. Selanjutnya, Haris berharap instansi terkait tidak œberlindung di balik terbatasnya kewenangan dalam menyikapi persoalan ini. œJangan main-main dengan perusakan mangrove, itu bukan sepele. Kalau toh tidak memiliki kewenangan lagi, mengingatkan dan meminta provinsi turun kan bisa? Gak perlu alasan kewenangan sementara kerusakan di depan mata demikian massif tanpa penindakan,” katanya geram. (Viqor).