WIRAnews.com, NUNUKAN – Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 59 tahun 2020 tentang jalur penangkapan ikan dan alat penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan laut lepas, dikeluhkan nelayan khususnya nelayan tradisional di pulau Sebatik Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara. Aturan ini membolehkan penggunaan alat tangkap yang sebelumnya dilarang oleh Permen KP Nomor 71 tahun 2016. Permen KP Nomor 59 tahun 2020 sekaligus menganulir Permen KP Nomor 2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkap ikan Pukat Hela (trawl) dan Pukat Tarik (seine nets). ˜’Yang kebanyakan mengeluh adalah nelayan tradisional. Mereka yang biasa menangkap ikan tipis dan udang untuk dikeringkan itu terancam tidak bisa dengan adanya pelarangan Pukat Hela di Permen KP 59/2020 itu,”ujar Anggota DPRD Nunukan Dapil Sebatik Andre Pratama, Kamis (1/4/2021). Andre menyayangkan jika terbitnya Permen KP 59/2020 justru menjadi ancaman dari eksistensi ikan tipis dan udang kering. Padahal, dua komoditi tersebut adalah salah satu ikon Kalimantan Utara. Banyak tamu yang datang diberi oleh oleh ikan tipis serta udang kering sehingga sungguh disayangkan jika itu semua tidak lagi dimiliki Kaltara. ˜’Imbasnya tentu ke hilangnya ikon dan ekonomi para nelayan yang menangkap ikan tipis dan udang. Kita berharap pemerintah daerah dan provinsi cepat mengantisipasi masalah ini,”katanya lagi. Permen KP 59/2020, saat ini masih dalam tahap revisi, banyak kontroversi muncul akibat pelarangan Pukat Hela sehingga regulasi dari aturan tersebut masih digodog. ˜’Mumpung masih dibahas, mohon agar Pemerintah daerah segera bersurat. Masih ada celah untuk meminta sebuah kebijakan khusus dengan penentuan koordinat penangkapan yang tepat,”imbuhnya. Saat ini ada sekitar 500 nelayan tangkap ikan tipis dan udang yang menggantungkan hidup dengan pukat hela. Hal ini tentu akan menghapus penghasilan mereka. Anggota DPRD Dapil Sebatik lain Burhanuddin juga mengamini pendapat Andre. Meski larangan Pukat Hela sudah lama dilakukan, namun masyarakat Sebatik yang merupakan masyarakat perbatasan RI “ Malaysia sudah terlalu terbiasa menggunakan pukat hela. Burhan mengatakan tidak mudah mengganti alat tangkap terlebih merubah faktor kebiasaan. ˜’Memang butuh regulasi dan penentuan zonasi khusus untuk mereka khususnya yang kapal dibawah 5 GT. Itupun harus ada spesifikasi mesin yang digunakan agar tidak ada konflik dengan nelayan lain,”imbuhnya. Burhan berpendapat, wilayah Sebatik seharusnya masih diberi kekhususan. Terlebih ikan ikan yang dikonsumsi masyarakat Sebatik, bisa dikatakan 90 persen adalah ikan impor dari Malaysia. Nelayan dari Kaltara, menjual ikan spesifikasi ekspor seperti demersal dan ikan laut dalam. Sementara mereka pulang membawa ikan konsumsi jenis layang, ketombong atau ikan rumah rumah dari Malaysia. ˜’Kenapa bisa justru mereka konsumsi ikan impor Malaysia? karena alat tangkap ikan konsumsi jarang dimiliki nelayan lokal. Tapi banyak dimiliki nelayan Malaysia. Selain itu belum ada sosialisasi penggunaan alat tangkap lain yang mendukung itu,”jelasnya. Koordinator Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Sebatik Iswadi Rahman juga tidak membantah kendala sector perikanan tangkap di wilayah perairan Kaltara. Ia juga membenarkan adanya revisi Permen KP 59/2020 yang tengah berlangsung di pusat. Untuk mengakomodir pukat hela nelayan Kaltara diperbolehkan, masih ada kesempatan dan celah cukup lebar. ˜’Saya sudah sampaikan ke Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah. Agar mereka bersurat kondisi nelayan kita dan alasan mengapa meminta larangan pukat hela dikecualikan di Kaltara. Sayang respon mereka belum ada,”katanya. Reporter : Viqor